Oleh:
Dr. Eddy Peter P., Ph.D.
Dengan mengutip Pengakuan Iman West-minster, Dr. Jeffrey Khoo menjelaskan,
Aslinya
Allah memberikan Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani/Aramik, dan Perjanjian Baru
dalam bahasa Yunani. “Namun oleh karena bahasa asli ini tidak dipahami oleh
setiap umat Tuhan, yang benar-benar tertarik untuk mempelajari dan meneliti
Alkitab dengan rasa takut akan Tuhan, maka Alkitab harus diterjemahkan ke
dalam setiap bahasa yang mudah dipahami (bahasa “umum” atau “bahasa daerah”)
oleh setiap bangsa di mana Alkitab itu berada, agar Firman Allah tinggal
dengan kelimpahan bagi semua orang, sehingga
mereka boleh memujiNya dengan cara yang dapat diterima; dan melalui kesabaran
dan penghiburan Alkitab memberikan mereka pengharapan.[i]
The Almanac of the Christian World (1991-2 ed) telah memberikan stastitik terjemahan Alkitab sebagai berikut: (1) beberapa bagian Alkitab saja: 889 bahasa, (2) hanya Perjanjian Lama atau dan Perjanjian Baru saja: 715, dan (3) Alkitab secara keseluruhan (PL & PB lengkap) 314.[ii] Dan Dr. Khoo menegaskan bahwa “kita harus mengucap syukur kepada Tuhan karena penerjemahan firman Allah ke dalam berbagai bahasa di dunia. Tentunya ini merupakan bagian dari penggenapan Amanat Agung Kristus bagi jemaatNya dalam Matius 28:18-20. Bagaimanapun juga, gereja harus melihat bukan hanya segi kuantitas terjemahan saja, tetapi juga kualitas terjemaahannya. Kualitas terjemahan ditentukan oleh metodologi penerjemahan.”[iii]
Metode ini menggunakan pendekatan literal dengan menerjemahkan setiap kata dalam bahasa aslinya ke dalam kata-kata terjemahan yang sesuai dengan kata dalam bahasa aslinya. Metode terjemahan ini disebut juga terjemahan literal atau kata per kata. Metode ini adalah metode yang alkitabiah, karena Alkitab sendiri -- misalnya menerjemahkan kata Ibrani P.L. ke dalam kata Yunani P.B. – menggunakan metode verbal atau kata per kata ini. Contoh: ketika Matius 1:23 menerjemahkan kata Ibrani Immanu El dalam Yesaya 7:14 secara literal, yaitu Mth’ hemon ho theos. Contoh lain adalah Matius 27:46, Eli, Eli, lama sabakhtani” diterjemahkan oleh Matius dengan “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Sejak kami percaya bahwa Alkitab diinspirasikan Tuhan secara verbal (kata per kata), plenary (langsung), historikal (sesuai dengan sejarah), dan grammatical (lengkap dengan tata bahasanya), maka kami juga percaya bahwa metode terjemahan Alkitab yang alkitabiah adalah dengan menggunakan metode yang sama dengan bagaimana Alkitab diinspirasikan, yaitu secara formal atau verbal atau kata per kata.
David Cloud berkata, “Ada dua hal yang harus menjadi syarat terjemahan Alkitab yang benar. Yang pertama adalah bahwa ia harus diterjemahkan dari teks Ibrani dan Yunani yang benar. Dan yang kedua harus menggunakan metode penerjemahan yang benar.”[iv]
David Cloud berkata,
“Ada
dua kompetisi teks Yunani hari ini (Received Text yang mejadi dasar
Alkitab-Alkitab Reformasi misalnya Luther dari Jerman dan Alkitab bahasa Inggris
King James vs. Westcott-Hort teks yang menjadi dasar terjemahan mayoritas
Alkitab Bahasa Inggris modern sejak pertengahan abad ke –19),
ada juga dua kompetisi metodologi penerjemahan. Yang pertama adalah
metode literal atau formal equivalen, yang mana metode inilah yang
digunakan untuk menerjemahkan Alkitab pada zaman Reformasi yang salah satunya
adalah KJV, dan kedua adalah metode dinamik
equivalen. Mayoritas Alkitab bahasa Inggris modern seperti misalnya New
International Version, Today’s English Version, dan
Contemporary English Version menggunakan metode dinamic equivalen dengan
menggunakan teks Yunani yang salah. Sedangkan Alkitab Bahasa Inggris Modern
seperti New American Standard Bible dan English Standard Version menggunakan
metode terjemahan literal namun dari teks Yunani yang salah.”[v]
Metode penerjemahan Alkitab dinamik equivalen relatif baru. Metode ini mulai dikembangkan beberapa dekade yang lalu yang dilakukan oleh para misionaris di Asia Selatan pada tahun 1980-an. Metode baru ini juga disebut “common language translation,” “idiomatic translation,” “impact translation,” “indirect transfer translation,” “functional equivalency,” and “thought translation.” Walaupun ada beberapa perbedaan kecil, namun secara praktis semua itu sama.[vi] Metode ini bisa dikatakan sebagai metode penerjemahan secara bebas atau penyaduran.
Pendekatan dinamik equivalen pada Kenya-taannya bukanlah terjemahan Alkitab, tetapi interpretasi atau penafsiran Alkitab. Terjemahan tidak didasarkan pada teks bahasa aslinya, tetapi bergantung pada pikiran penerjemahnya.
Seperti apakah metode penerjemahan dinamik equivalen ini? Sebagai contoh nyata dapat kita lihat dari hasil penerjemahan dengan metode ini atas Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari yang sepertinya diterjemahkan dari Good News For Modern man or the Today’s English Version (1966), misalnya ketika BIS menerjemahkan kata “darah” (Yunani ‘haima’) yang berhubungan dengan karya penebusan Kristus dengan kata ‘kematian’, dan bukan ‘darah’ (Kis. 20:28; Roma 3:25; 5:9; Ef. 1:7, 2:13; Kol. 1:14, 20; I Pet. 1:19; Why. 1:5, 5:9). Mengapa BIS atau TEV menerjemahkan ‘haima’ dalam ayat-ayat tersebut dengan ‘kematian’, pada hal arti literalnya adalah ‘darah’? Jawabannya adalah karena penerjemah telah memiliki konsep bahwa kita diselamatkan bukan oleh ‘darah Kristus’, tetapi oleh ‘kematian Kistus’. Jadi kita lihat di sini metode penerjemahan dinamik equivalen tidak menerje-mahkan dari kata dalam bahasa aslinya, namun menafsirkan menurut pikiran atau pandangan teologia mereka. Sehingga dengan demikian bukan penerjemah tunduk pada Alkitab yang diterjemahkan, namun Alkitab harus tunduk kepada pikiran penerjemah.
Oleh sebab itu, saya menolak metode dinamik equivalen. David Cloud menunjukkan beberapa kesalahan utama dari metode ini, sebagai berikut:[vii]
Pertama, dinamik equivalen diciptakan oleh guru palsu, yaitu Eugene Nida. Ray Van Leeuwen mengobservasi, “... jika kamu membaca Alkitab yang diterjemahkan pertengah abad yang lalu, kamu mungkin membaca Alkitab yang dipengaruhi oleh Nida.”[viii]
Eugene
Nida adalah Executive Secretary of the Translations Department of the
American Bible Society dari tahun 1946 sampai 1980. Ia telah melakukan
perjalanan ke lebih dari 85 negara dan membandingkan karya terjemahan Alkitab
lebih dari 200 bahasa yang berbeda. Nida percaya bahwa Alkitab “tidak sempurna”
dan bahwa wahyu Allah bukanlah “kebenaran absolut,” bahkan dalam Alkitab
bahasa aslinya.[ix]
Ia mengingkari pandangan bahwa Alkitab ditulis “dalam pimpinan Roh
Kudus.”[x]
Nida mengklaim bahwa kebenaran Alkitab adalah terbatas dan relatif.[xi]
Nida menyetujui klaim kaum modernis bahwa darah Kristus sesungguhnya tidak
menyucikan dosa tetapi “hanya sekedar lambing pembayaran”[xii]
Nida juga mengklaim bahwa darah Kristus hanya sekedar simbol dari “kematian
yang disebabkan oleh kejahatan” atau “violent death” dan bukan
pendamaian yang ditawarkan Allah bagi dosa.[xiii]
. Nida bekerjasama dengan Robert Bratcher yang mengubah kata “darah” dengan
“kematian” dalam terjemahan Alkitab Today’s English Version.
Sebagian besar promotor dinamik equivalen adalah para sarjana sesat dari United Bible Societies, yang didominasi oleh teologi modernis.[xiv]
Kedua, dinamik equivalen mengingkari natur Alkitab.
Pertama, Alkitab adalah wahyu dari sorga. Lihat Galatia 1:11-12; 2 Pet. 1:21. Oleh sebab itu ini adalah Firman Tuhan, bukan firman manusia.
Kedua, Alkitab diinspirasikan secara verbal atau kata per kata. Lihat 1 Kor. 2:12-13; Mat. 5:18; Kis. 1:16. Ini berarti bahwa setiap kata dan detail Alkitab adalah penting. Penulis Alkitab tidak memberikan idenya sendiri dan kemudian menjadikannya sumber penulisan mereka. Setiap kata dan huruf berasal dari inspirasi Allah.
Ketiga, Alkitab berisi pengajaran yang dalam tentang Allah. Bahasa Alkitab mampu mengkomunikasikan kebenaran ilahi dan kekal. Bahasa Alkitab tidak dapat dibandingkan dengan karya-karya tulis manusia yang tidak diinspirasikan. (I Kor. 2:10). Ini adalah wahyu Ilahi dan berisi kebenaran tentang Tuhan.
Teori dinamik equivalen dibangun oleh orang yang tidak mempertahankan pengajaran alkitabiah. Jadi ketika seseorang percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang berotoritas sungguh tidak masuk akal kalau ia menerima sistem penerjemahan Alkitab dengan metode dinamik equivalen ini.
“Alkitab adalah firman Allah tertulis yang diilhamkan. Oleh sebab itu penerjemah Alkitab harus menerjemahkan apa adanya dari teks itu: karena bukanlah urusan atau haknya untuk menafsirkan atau membuat lebih jelas.”[xv] Karena itu tugas penafsir Alkitab atau pengkotbah, dan bukan tugas penerjemah.
Ketiga, dinamik equivalen mengabaikan peringatan Tuhan untuk tidak menambah atau mengurangi Firman Tuhan. (Amsal 30:5-6; Yer. 26:2; Ul. 4:2; Yeh. 3:10-11).
Keempat, dinamik equivalen menggantikan pikiran Allah dengan pikiran manusia. Penerjemahan dinamik equivalen banyak mengubah firman Tuhan. Mereka menerjemahkan bukan berdasarkan apa yang ada pada Alkitab bahasa aslinya, tetapi menyesuaikan dengan ‘pemikiran teologinya sendiri’.
Perhatikan contoh-contoh berikut ini:
Rom.
3:25—“blood” (KJV) menjadi “death” (TEV).
Yesaya 1:18—“Snow” (KJV) menjadi “Coconut” (United Bible
Societies translation).
Yahobus 1:17—“the Father of lights” (KJV) menjadi “God, the
Creator of the heavenly lights” (TEV).
Efesus 1:17—“the Father of glory” (KJV) menjadi “the glorious
Father” (TEV).
“Lamb” menjadi “seal pup” (Wycliffe translation in
Eskimo).
“Fig tree” menjadi “banana tree” (Wycliffe translation).
Kelima, dinamik equivalen membuat kerancuan antara penerangan rohani (spiritual enlightenment) dan pemahaman alami (natural understanding). Alkitab mengajarkan bahwa manusia tidak dapat memahami firman Tuhan tanpa pertolongan Tuhan. (1 Kor. 2:14-16; Yoh. 16:8-13; Mat. 13:9-16; Luk. 24:44-45; Kis. 11:21; 16:14; Amsal 1:23.
Penganut dinamik equivalen gagal melihat akar ketidakmampuan manusia memahami wahyu Allah, yaitu oleh karena kebutaan rohaninya, bukan karena kultur pembaca yang berbeda dengan Alkitab atau kurangnya pendidikan pembacanya, sehingga terjemahan harus dibuat ‘sesederhana’ mungkin, bahkan kalau perlu tidak sama dengan bahasa aslinya tidak apa-apa, asalkan inti pengajaran ‘teologinya’ (teologi penerjemah) dapat dimengerti pembaca.
Keenam, dinamik equivalen membuat kerancuan antara perjemahan dan penginjilan atau pengajaran. Seharusnya tugas penerjemah adalah menerjemahkan apa adanya dari teks Alkitab bahasa aslinya, dan tugas untuk membuat Alkitab dimengerti oleh seseorang adalah tugas penginjil dan pengajar Alkitab. Sebagai contoh Alkitab, ketika sida-sida Etiopia tidak memahami Alkitab yang dibacanya, Tuhan mengutus Filipus untuk menjadi penginjil dan pengajar untuk menjelaskan Alkitab sehingga dapat dimengerti oleh sida-sida itu (Kis. 8:26-33).
Ketujuh, dinamik equivalen lebih membuat seseorang tidak memahami firman Tuhan dari pada membuat seseorang semakin memahami kebenaran firman Tuhan. Memahami “pikiran” penerjemah atau “teologi” penerjemah mungkin, tetapi memahami pikiran dan pengajaran Tuhan tidak.
Kedelapan, dinamik equivalen membuat kerancuan antara inspirasi dan translasi. Mereka berpikir bahwa Tuhan memberikan firmanNya hanya untuk orang-orang yang hidup sezaman dengan penulis Alkitab, sehingga untuk saat ini sudah tidak cocok. Oleh sebab itu, mereka ingin menghadirkan firman Allah yang cocok dengan zaman ini. Mereka berpikir bahwa kita harus memiliki firman Allah yang cocok untuk zaman ini. Di sini seakan mereka mengharapkan firman Allah yang baru, inspirasi Allah yang baru. Itulah sebabnya mereka menjadikan rancu antara inspirasi dan translasi (terjemahan).
Ryken berkata,
Penulis Alkitab menulis bukan untuk hari ini. Mereka menulis untuk melenium yang lalu… Kita tidak mau berspekulasi terhadap Alkitab. Kita harus menjadikan Alkitab sebagai dasar yang pasti. Apa yang pasti adalah apa yang para penulis Alkitab telah katakana dan tuliskan.”[xvi]
Kesembilan, dinamik equivalen merupakan usaha yang imposibel. Kita tahu bahwa dinamik equivalen mencoba menulis kembali (re-write) Alkitab untuk zaman ini, yang tidak mungkin dapat dilakukan. Karena satu alasan bahwa mereka ingin Alkitab dapat dipahami oleh pembaca sesuai dengan kultur mereka dengan mengorbankan pengertian sebenarnya dari teks aslinya dengan mengubah arti yang sebenarnya, maka mustahilah usaha mereka untuk dapat membuat pembacanya mengerti firman Tuhan. Kalau toh mereka mengerti, yang dimengerti adalah ‘pikiran’ atau ‘teologi’ penerjemah, bukan firman Allah.
Perhatikan pernyataan Thomas Headland berikut ini:
Tujuan penerjemahan Alkitab adalah membuat terjemahan tersebut dapat dimengerti oleh kultur yang menjadi target [penginjilan] tanpa mereka harus mempelajari budaya Yahudi-Yunani, namun pada saat yang sama mempertahankan keunikan historical pengajar-an Alkitab tidaklah mudah.[xvii]
Headland berkata itu tidaklah mudah. Namun menurut David Cloud ia salah, karena bukan ‘tidak mudah’, tetapi ‘tidak mungkin’. Allah telah memilih untuk menyampaikan firman-Nya dengan framework kultur Yahudi-Yunani, dan jika anda mengubah Alkitab untuk disesuaikan dengan kultur pembacanya supaya dapat dimengerti tanpa mempelajari kultur itu, anda memiliki Alkitab yang korup.[xviii]
Walaupun para penganut dinamik equivalen memberikan klaim-klaim sebagai berikut;
Pertama, Dalam Bible Translations for Popular Use, terbitan United Bible Societies, William Wonderly mengklaim bahwa terjemahan-terjemahan Alkitab dengan metode dinamik equivalen sesuai dengan teks aslinya:
“Terjemahan-terjemahan
yang disebutkan di atas [TEV, Living Bible, Spanish Popular Version, French
common version, and the Today’s Dutch Version, dsb.] menggunakan
bermacam-macam teknik untuk menghasil-kan terjemahan yang lebih mudah dipahami
oleh pembaca, DI SATU SISI MASIH BERADA PADA BATAS-BATAS KESE-SUAIAN DENGAN TEKS
ASLINYA, dan di sisi lain memberikan terjemahan yang gampang dimengerti. (hal.
75).[xix]
Kedua, The Today’s English Version mengklaim sebagai berikut:
“Alkitab
Today’s English Version adalah terjemahan terbaru YANG MENGUTAMA-KAN KEJELASAN
DAN KEAKURATAN TEKS ASLINYA dalam kata-kata yang gampang dimengerti oleh semua orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa komunikasi.” (Kata Pengantar, Holy Bible Today’s English Version
with Deuterocano-nicals/ Apocrypha, American Bible Society, 1978).
Ketiga, Contemporary English Version mengklaim sebagai berikut:
“Setiap
usaha yang telah dibuat untuk menghasilkan teks yang
SETIA DENGAN ARTI DALAM TEKS ASLINYA dan yang dapat dibaca dengan mudah
dan dipahami oleh pembaca di sepanjang masa.” (“Translating the Contemporary
English Version,” Bible for Today’s Family New Testament, American
Bible Society, 1991).
Keempat, Ken Taylor, penerjemah the Living Bible, mengklaim bahwa:
“Kami
mengambil pikiran original dan mengubahnya ke dalam bahasa sehari-hari. DENGAN
CARA INI KAMI DAPAT MENJADIKAN INI LEBIH AKURAT DARI PADA TERJEMAHAN KATA
PERKATA.” (Evangelism Today, Dec. 1972).[xx]
Namun pada kenyataannya klaim-klaim di atas hanya merupakan iklan bisnis belaka. Jika kita mencoba membandingkan hasil terjemahan-terjemahan di atas, kita akan menemukan banyak perbedaan, penambahan dan pengurangan serta pengubahan arti yang sebenarnya dari teks asli Alkitab.
Kesepuluh, dinamik equivalen didasarkan pada ‘kebenaran yang tidak penuh’ atau half-thruts. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya kebenaran Allah digantikan dengan kebenaran manusia. Pikiran Allah digantikan dengan pikiran manusia. Perkataan Allah digantikan dengan perkataan ‘teologis’ manusia.
Kesebelas, dinamik equivalen tidak mampu menjawab masalah yang sangat riil.
Penerjemah Alkitab dan misionari, Lynn Silvernale berkata:
“Bagaimana
kamu berbicara tentang domba kepada orang yang belum pernah melihat domba dan
tidak memiliki kata dalam bahasa mereka untuk nama binatang itu? Apa yang kamu
gunakan untuk menerjemahkan kata ‘wine’ dalam bahasa yang hanya memiliki
kata ‘grape juice’ dan ‘strong liquer’? Bagaimana
mengekspresikan term teologikal dan konsep tentang ‘pembernaran’ (‘righteousness),’
‘justifikasi’ (justification), ‘pendamaian’ (propitiation)
adalah kesulit-an-kesulitan besar lainnya yang dihadapi oleh penerjemah. Dalam
bahasa beberapa suku, konsep ini asing dan tidak ada term yang cocok untuk
mengekspresikannya. Itulah sebabnya para penerjemah memerlu-kan waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk
menemukan term yang cocok ke dalam bahasa mereka untuk mengabstraksikan
seperti ide tentang ‘kasih’ dan ‘kesucian’. Untuk memperoleh ide tentang
hal-hal ini, misalnya mencoba untuk menjelaskan term ‘pendamaian’ (propi-tiation)
dalam waktu lebih cepat, cara yang paling mungkin bagi penerjemah adalah dengan
memasukkan bahasa yang tidak sama dengan term itu. (Silvernale, By the Word).[xxi]
David Cloud berkata,
“Masalah-masalah
yang ditunjukkan di atas dapat membuat dynamic
equivelance terlihat memperoleh pembenaran atau memiliki alasan. Ini adalah
masalah yang sering dihadapi oleh penerjemah Alkitab dan misionaris belakangan
ini yang kemudian menghasilkan konsep tentang dynamic equivalence, yaitu
dengan mengubah firman Allah agar dapat menembus kultur sasaran misi sebagai
solusinya.”[xxii]
David Cloud menegaskan kembali bahwa jika tidak ada kata yang dapat dipakai untuk menerjemahkan kata-kata Alkitab ke dalam suatu bahasa tertentu, lebih baik jangan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa itu. Karena siapa yang memberi ijin seseorang untuk mengubah firman Tuhan? Alkitab berkata, “Semua firman Allah adalah murni. Ia adalah perisai bagi orang-orang yang berlindung pada-Nya. Jangan menambah firman-Nya, supaya engkau tidak ditegur-Nya dan dianggap pendusta.” (Amsal 30:5-6)
Keduabelas, dinamik equivalen menyalahi kaidah proses penerjemahan yang sah. Sejak dinamik equivalen mengijinkan penerjemah untuk menerjemahkan kata-kata dalam Alkitab secara bebas, ini menyalahi kaidah proses penerjemahan yang sah. Coba perhatikan dan bandingkan bagian pertama dari 1 Tesalonika 1:3 dalam terjemahan Alkitab King James Version yang diterjemahkan secara literal atau formal equivalence dengan Alkitab New Living Bible, Today’s English Version, dan Contemporary English Version yang diterjemahkan secara bebas atau dinamik equivalen berikut ini:
KJV
“...your work of faith, and labour of love...”
NLB (New Living Bible) “... your work produced by faith, your labor prompted
by love...”
TEV
(Today’s English Version) “... how you put your faith into practice, how
your love made you work so hard...”
CEV
(Contemporary English Version) “... your faith and loving work...”
Jelas
hasil terjemahan di atas memiliki pengertian yang jauh berbeda. Oleh sebab itu,
hasil terjemahan dinamik equivalen (NLB, TEV, CEV) lebih tepat dikatakan
tafsiran Alkitab (yang belum tentu benar) dari pada disebut terjemahan Alkitab.
Betapa bahayanya jika seseorang menggunakan Alkitab tersebut kemudian
menafsirkan kembali - karena sebenarnya yang ditafsirkan bukan Alkitab,
melainkan tafsiran Alkitab, sedangkan tafsirannya belum tentu benar – dan
mengajarkan kepada orang lain. Seharusnya ini menjadi pertimbangan setiap
penerjemah Alkitab. Jangan mengambil resiko yang lebih besar hanya untuk
menyelesaikan masalah yang lebih kecil.
TERJEMAHAN ALKITAB DALAM SEPAN-JANG SEJARAH
Alkitab terjemahan tertua ialah terjemahan P.L. dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang disebutkan LXX atau Septuaginta. Kitab ini juga disebut Alexandriane Version atau The Version of Seventy, atau secara sederhana disebut oleh orang Roma sebagai bilangan 70 – LXX. Keaslian cerita ini dapat dilihat dalam surat Aristeas (100 B.C.), bahwa Ptolemy II Philadelphius, raja Mesir pada abad II B.C., meminta Imam Besar Yahudi untuk mengirim 72 sarjana, dari keduabelas suku Israel yang mana masing-masing suku diambil 6 orang ke Alexandrian untuk menerjemahkan hukum Suci Yahudi – P.L. – ke dalam bahasa Yunani. Dan menurut tradisi secara popular jumlah ini dibulatkan menjadi 70 atau LXX.
Adapun terjemahan-terjemahan kuno yang penting lainnya diantaranya ialah:
Syriac
Version
Walaupun Syriac merupakan bahasa dialek Aram dari Palestina di masa Yesus, namun manuscript bahasa Syria atau Aram yang ditemukan merupakan terjemahan dari teks bahasa Yunani.
a).
Diatessaron
Manuscript ini dimasukan dalam kelompok terjemahan Syria/Aram karena pengaruhnya terhadap gereja Syria. Manuscript ini ditulis pada pertengahan abad ke-2 oleh Tatian. Arti Diatessaron adalah “melalui empat”/”through the four”, yang berisikan harmonisasi atau kombinasi keempat Injil. Sangat sedikit informasi untuk bukti-bukti manuscript ini dan satu-satunya informasi tentang manuscript ini adalah kutipan St. Ephraem dari Syria. Gereja Syria sejak abad pertama sudah menggunakan Received Text5. oleh sebab itu jika Diatessaron adalah Alkitab terjemahan yang dipakai oleh gereja Syria, maka ini menunjukkan bahwa TR lebih tua dari CT yang diedit dari manuscript Aleph dan B yang lebih belakang.
b).
Old Syriac
c).
Peshitta
Versi ini berasal dari abad keempat yang di dalamnya tidak termasuk surat II Petrus, II & III Yohanes, Yudas dan Kitab Wahyu. Menurut Dr. W. David Stacey, versi ini adalah Alkitab yang berotoritas dari gereja Syria.6
d).
Philoxenian
Versi ini merupakan manuscript P.B. yang diterjemahkan pada tahun 508 yang merupakan catatan Policarpus yang ditujukan kepada Philoxenus, seorang Boshop di Mabug, Syria. Versi ini berisikan surat II Petrus, II & III Yohanes, Yudas dan Kitab Wahyu yang merupakan pelengkap dari versi Peshitta yang tidak ada.
e).
Palestinian
Versi ini kira-kira berasal dari abad V, yang merupakan salah satu dari versi Syriac yang tidak menutup kemungkinan berhubungan dengan versi-versi Syriac lainnya.
Latin
Version
a).
Old Latin (Italia)
Walaupun bahasa Yunani adalah bahasa yang sudah dikenal oleh seluruh wilayah imperium Romawi pada dua atau tiga abad pertama kekristenan, namun terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin sangat diperlukan. Sebelum akhir abad II keempat Injil dan mungkin semua Kitab P.B. diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Afrika Utara.
b).
Vulgate
Dengan berjalannya sang waktu akhirnya membawa perubahan-perubahan dalam bahasa Latin, oleh sebab itu pada tahun 387 A.D., Paus Damasus memerintahkan Jerome, seorang sarjana Alkitab pada masa itu untuk mengadakan revisi Alkitab dalam bahasa Latin. Selama dua tahun Jerome menyelesaikan revisinya terhadap keempat Injil dan menurutnya ia hanya mengubah yang ia rasa benar-benar perlu saja. Dan akhirnya revisi terhadap seluruh P.B.-pun diselesaikannya. Revisis Jerome ini dikenal dengan sebutan Vulgate atau versi yang umum (common version).
Coptic
Pada permulaan era kekristenan dikembangkan-lah alphabet untuk bahasa Mesir dengan memakai huruf bahasa Yunani dengan tambahan abjad dari Demotic yang berasal dari tulisan Hieroglyphic kuno. Mulai dari sungai Nil ke selatan terdapat enam dialek bahasa Koptik ini, beberapa yang penting berhubungan dengan studi manuscript P.B. ialah;
a).
Sahidik
Sebagian P.B. diterjemahkan ke dalam bahasa Sahidik dan bahasa dialek ini digunakan dari Thebes yang diperkirakan diterjemahkan pada awal abad ketiga, hingga diselesaikannya seluruh P.B. pada abad keempat. Manuscript tertua dari versi ini ditemukan kira-kira dari abad keempat atau keenam.
b).
Bahairic
Bahairic merupakan bahasa dialek dari Alexandria dan Mesir bagian selatan. Ada ratusan manuscript P.B. yang ditemukan di Bahairic, misalnya manuscript papyrus dari John di Bahairic yang berasal dari abad keempat yang sekarang berada di perpustakaan Bommer.
c).
Middle Egyptian Dialects
Di antara bahasa dialek yang dipakai di daerah Bahairic dan Sahidic ialah Fayumic dan Achmimic. Manuscript dalam bahasa Achmimic termasuk didalamnya adalah bagian-bagian dari keempat injil dan surat-surat umum yang tertanggal dari abad keempat atau kelima.
Gothic
Kitab P.B. ditejemahkan ke dalam bahasa Gothic pada pertengahan abad keempat oleh Ulfilas. Ada enam manuscript yang masih tersimpan dan disalin ulang pada abad kelima dan keenam. Salah satunya ialah codex Argenteus, yang tersimpan di perpustakaan Universitas Uppsala, Swedia, yang berisikan empat Injil yang ditulis dengan tinta perak di atas kulit binatang warna ungu.
Armenian
Kitab P.B. diterjemahkan ke dalam bahasa Armenian pada permulaan abad kelima. Manuscript ini merupakan terjemahan langsung dari bahasa Yunani oleh St. Mesrop, yang juga seorang pencipta alphabet Armenian dengan bantuan St. Sahak, atau menurut tradisi yang lain manuscript tersebut diterjemahkan oleh St. Sahak dari Syria.
Georgian
7.
Ethiopic
Walapun ada ratusan manuscript versi Ethiopic yang dikenal, namun pada kenyataannya tidak ada yang lebih tua dari abad ketigabelas. Oleh sebab itu tidaklah ada bukti yang kuat yang dapat memberitahukan kita sejak kapan versi Alkitab P.B. versi Ethiopic ini diterjemahkan dari bahasa Yunani.
8.
Slavonic
Kitab P.B. diterjemahkan ke dalam bahasa Slavonic kuno oleh dua bersaudara, St. Cyril dan St. Methodius yang juga adalah pencipta alphabet bahasa Slavonic, bahasa Cyrillic dan Glagotic. Mereka ini adalah misionaris ke Slavonic dan penerjemahan versi ini dilakukan kira-kira akhir abad ke-9.
9. Versi-Versi lainnya
Versi-versi yang ditemukan sebelum abad ke-13 di antaranya ialah versi bahasa Arab, versi A. Frankish dalam bahasa Eropa Tengah, versi bahasa Nubian dan versi bahasa Anglo-Saxon.
1.
Pre-King James Version[xxiii]
a).
Wycliffe’s Translation
John
Wycliffe (+ 1330-1384) adalah
teolog terkenal abad ke-14 dari Oxford. Ia disebut sebagai “The morning
star of the Reformation” (bintang fajar reformasi) karena penentangannya
terhadap penyimpangan Gereja Roma Katolik. Dialah orang yang pertama kali
menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Inggris. Ia melakukan ini untuk
membebas-kan orang-orang dari tirani gereja Roma. Terjemah-an ini tidak
didasarkan pada Alkitab bahasa Ibrani dan Yunani, tetapi diterjemahkan dari
Alkitab bahasa Latin – versi Vulgate terjemahan Jerome. Kelompok Lollards
menggunakan terjemahan Wycliffe untuk dikhotbahkan di perkumpulan jemaat mereka.
b).
Tyndale’s Translation
William Tyndale (1494-1936) belajar bahasa Ibrani dan Yunani Alkitab
ketika ia berada di Oxford University. Ia menyelesaikan terjemahannya pada tahun
1525 dan 15.000 copy dicetak dan disebarkan di seluruh Inggris. Gereja Inggris
yang waktu itu berada di bawah Gereja Katolik Roma tidak mengijinkan terjemahan
Alkitab bahasa Inggris Perjanjian Baru ini dibaca orang dan gereja mencap
terjemahan ini sebagai pekerjaan kriminal dan akhirnya Tyndale ditangkap dan
dipenjarakan. Dan akhirnya Tyndale dijatuhi hukuman mati. Ia diikat pada sebuah
tiang dan dibakar. Perkataan terakhirnya dalam perapian sebelum menghembus-kan
nafas terkahirnya, ia berdoa dan berseru, “Tuhan, bukalah mata Raja Inggris.”
c).
Coverdale’s Transalation
Myles
Coverdale (1488-1569) adalah lulusan Cambridge University yang menjadi seorang
imam Augustinian. Pengaruh gerakan reformasi memim-pinnya keluar dari Gereja
Katolik Roma dan kemudian mulai mengerjakan penerjemahan Alkitab Perjanjian Lama
untuk melengkapi terjemahan Tyndale. Coverdale berhasil menyelesaikan
peker-jaannya pada tahun 1537. Sebelum waktu itu Raja Inggris telah melepaskan
diri dari kekuasaan Roma, dan akhirnya Alkitab terjemahan Coverdale diterima
dengan persetujuan raja. Inilah jawaban dari doa Tyndale; Tuhan telah membuka
mata Raja Inggris.
d).
The Great Bible
Alkitab
ini disebut Great Bible karena ukurannya yang besar dan biayanya yang
besar. Alkitab ini sebenarnya bukanlah terjemahan baru, tetapi merupakan
kombinasi terjemahan Alkitab Tyndale dan Coverdale yang diedit oleh sahabat
Tyndale, Thomas Matthew (1500-55) yang diterbitkan pada tahun 1537 yang semula
disebut sebagai Matthew’s Bible, yang diterima dengan autorisasi raja
untuk digunakan khalayak umum. Great Bible ini kemudian direvisi pada
tahun 1568 dan menjadi Alkitab bahasa Inggris yang kemudian disebut sebagai Bishop’s
Bible.
e).
The Geneva Bible
Oleh karena penganiayaan Gereja Roma Katolik tehadap para reformator
menyebabkan mereka mencari perlindungan di Geneva. Di sinilah William
Whittingham (1524-79) – yang adalah saudara ipar John Calvin dan pengganti
Knox sebagai gembala Gereja Inggris di Geneva – menerjemahkan Alkitab
Perjanjian Baru yang kemudian menjadi dikenal dengan sebutan Geneva Bible.
Whittingham menggunakan Textus Receptus (edisi Stephanus), dan Alkitab Tyndale
yang kemudian sangat mempengaruhi terjemahan KJV. Dan akhirnya KJV menggantikan
Geneva Bible.
2.
King James Version
Alkitab
King James Version adalah terjemahan Alkitab bahasa Inggris yang memiliki empat
keunikan atau keterandalan, yaitu; a). diterjemahkan dari teks Ibrani dan Yunani
yang dipelihara Tuhan, b). diterjemahkan oleh para penerjemah yang handal, c).
diterjemahkan dengan menggunakan metode terjemahan yang handal, yaitu verbal
atau formal equivalen, dan d). hasil terjemahan tetap mempertahankan doktrin
yang orthodoks.
Sejak
diterbitkannya KJV pada tahun 1611, terjemahan ini menjadi versi yang diterima
oleh gereja-gereja berbahasa Inggris di seluruh dunia sebagai versi atau
terjemahan yang berotoritas. Oleh sebab itu KJV juga dikenal dengan sebutan
Athorised Version/ AV 1611. Sampai akhirnya tahun 1881 Westcott-Hort dan para
sarjana Alkitab modern mengedit Alkitab bahasa Ibrani dan Yunani baru dan
menerbitkan Alkitab bahasa Inggris English Revised Version, yang kemudian
memimpin lahirnya gerakan liberalisme dan menyapu gereja-gereja protestan di
benua Eropa, Amerika dan akhirnya ke seluruh dunia.
Sejak
itu KJV/AV dan ERV yang kemudian terus terbit dengan versi-versi barunya (ASV,RSV,
NEB, NIV, TEV, LB, CEV dll) yang sering disebut sebagai modern English
versions menjadi isu perdebatan di gereja-gereja berbahasa Inggris khususnya,
tentang terjemahan yang mana yang paling berotoritas dan yang harus digunakan
oleh gereja dan kekristenan.
Gereja-gereja
liberalisme bahkan tidak sedikit gereja Injili menerima, mempertahankan dan
mempromosikan ERV dan modern English versions lainnya. Sedangkan
gereja-gereja yang masih memelihara tradisi doktrin orthodoksi atau
gereja-gereja Injili Konservatif dan Fundamentalisme membela, mempertahankan dan
mengkhotbahkan KJV/AV dengan gigih.
Oleh
karena perdebatan antara Injili Konservatif dan Fundamentalisme dan Liberalisme,
pembela KJV dan versi-versi bahasa Inggris modern, akhirnya lahir juga
kelompok-kelompok ekstrim dan kompromis dari Konservativisme, yaitu; a).
kelompok kompromis dari beberapa tokoh Injili, yang oleh karena ingin diterima
oleh liberalisme, mereka mengadopsi teologi liberal dan menerima teks dan
terjemahan Alkitab modern; b). kelompok ekstrim dari Ruckmanisme yang dipelopori
oleh Peter Ruckman, rektor Pensecola Bible Institute. Kelompok ini membela KJV
sampai kelewat batas, karena mereka mempercayai dan mempertahankan bahwa KJV
bukan hanya sebagai terjemahan yang dipelihara dan akurat, namun
proses penerjemahan KJV melalui inspirasi Roh Kudus, sehingga hasilnya
KJV bahkan lebih akurat dari bahasa aslinya. Posisi ini disebut “KJV Only”.[xxiv]
Saya
adalah salah satu orang yang menerima, mempertahankan, dan mendasarkan khotbah
dan pengajaran saya dari Alkitab bahasa asli (Textus Receptus untuk PB dan
Massoretic Text untuk PL) dan Alkitab bahasa Inggris KJV – walaupun dalam
praktik yang kelihatan saya menggunakan Alkitab bahasa Indonseia, namun sebelum
mengkhotbahkan terlebih dahulu membandingkan dengan teks TR atau Massoretic
Text dan KJV, jika ternyata terjemahan Alkitab bahasa Indonesia tidak sesuai
dengan teks asli dan KJV di atas, maka saya akan menyampaikan itu kepada jemaat
dan mengajak untuk memahaminya dari terang Alkitab bahasa asli atau pun KJV –
namun saya tidak setuju dan menolak posisi KJV Only. Saya percaya KJV
adalah terjemahan yang paling handal atau suprior, namun doktrin inspirasi hanya
untuk teks asli authographa, bukan pada salinan (apographa) dan terjemahan.
Posisi saya adalah KJV Superiority, yaitu bahwa saya percaya bahwa KJV
adalah terjemahan yang akurat dan berotoritas, yang diterjamahkan dari teks yang
superior dan dipelihara Tuhan. Mengapa saya mengambil posisi KJV Superiority?
Karena saya percaya bahwa KJV adalah terjemahan yang paling handal. Saya sepaham
dengan pembela KJV, Dr. D. A. Waite dan setuju dengan empat bukti keterandalan
KJV yang ia tuliskan dalam bukunya yang berjudul “Defending the King James
Bible: A Fourfold Superiority (Collingswood: Bible For Today, 1996).
Apakah
empat keterandalan KJV itu?[xxv]
Pertama,
KJV diterjemahkan dari teks bahasa asli yang orisinil.
Ada
dua teks dasar dari Alkitab bahasa Ibrani P.L., yaitu pertama teks palsu yang
diedit oleh Ben Asher yang sekarang diterbitkan dalam BIBLIA HEBRAICA (BHK)
(1937) oleh Rudolf Kittel dan dalam edisi Stuttgart BIBLIA HEBRAICA (BHS). Dan
yang kedua teks yang benar yang diedit oleh Ben Chayyim yang menjadi dasar
penerjemahan KJV. Teks ini disebut juga edisi Daniel Bomberg atau Second
Great Rabbinic Bible (1524-25). Teks ini juga disebut
teks Ben Chayyim Massoretic Hebrew, yaitu teks bahasa Ibrani yang
tidak pernah dipertanyakan lagi keakuratannya. Bahkan Rudolf Kittel dalam BIBLIA
HEBRAICA-nya edisi pertama (1906) dan (1912) kedua menggunakan teks ini, sebelum
akhirnya pada tahun 1937 ia menggantikannya dengan teks yang digunakan manuskrip
Leningrad (B19a atau “L”) yang
katanya satu-satunya teks Ibrani tertua, yang ternyata tertanggal dari tahun
1008 M.
Tesk
Alkitab bahasa Yunani P.B. yang menjadi dasar penerjemahan KJV adalah Textus
Receptus, yaitu teks Yunani yang paling berotoritas dan dipelihara Tuhan.
Bukti-bukti keterandalan Textus Receptus telah kita bahasa dalam Bab II
dari buku ini.
Kedua,
KJV diterjemahkan oleh para penerjemah yang handal dan yang mengasihi kebenaran.
Ada 57 sarjana cemerlang yang menerjemahkan KJV, yang dibagi ke dalam enam
kelompok. Tiga kelompok menerjemahkan P.L. dan tiga kelompok lainnya
menerjemahkan P.B. dan dikerjakan di tiga tempat yaitu Cambridge, Westminster
dan Oxford. Berikut ini beberapa penerjemah KJV yang sangat terkenal;
Dr.
Lancelot Andrews: Ia adalah seorang
penerjemah yang handal dan anggota kelompok yang menerjemahkan di Westminster.
Ia menguasai lima belas bahasa. Bahkan ada yang bilang jika ia hidup pada zaman
menara Babel, ketika manusia tiba-tiba berkata dalam bahasa yang berbeda-beda,
ia bisa menjadi penerjemah untuk membantu mereka semua berkomunikasi. Dr.
Andrews adalah tamatan dari Cambridge University dan mempelajari bahasa-bahasa
kuno maupun modern dan teologi dari Universitas ini. Sebagai seorang yang rohani
ia tekun melakukan renungan pribadi, dan ini dapat dilihat dari tulisan-tulisan
renungan pribadinya yang ditulis dalam bahasa Yunani.
Dr.
William Bedwell: Ia dari kelompok yang di Westminster juga. Ia bukan hanya menguasai
bahasa Ibrani dan Aramik, tetapi juga bahasa Arab, Persia dan bahasa-bahasa
semitik lainnya. Dia juga pernah menerbitkan karyanya Arabic Lexicon atau
Kamus Bahasa Arab.
Dr.
Miles Smith: Dr. Smith menguasai bahasa Ibrani, Chaldee, Siria, dan Arab secara fasih.
Henry
Savile: Ia dari tim Oxford dan anggota
kelompok yang menerjemahkan Perjanjian Baru. Ia terkenal dengan pengetahuan dan
kefasihan bahasa Yunaninya. Ia juga menjadi Tutor pribadi Ratu Elizabeth untuk
bahasa Yunani.
Dr.
John Bois: Ia adalah tim Cambridge. Ia
lahir dari keluarga Kristen yang setia dan sangat dipengaruhi oleh kesalehan
ayahnya. Sejak umur lima tahun ia
sudah membaca Alkitab bahasa Ibrani dan umur 6 tahun ia sudah bisa menulis
bahasa Ibrani. Selain menguasai bahasa Ibrani, ia juga menguasai bahasa Yunani.
Ketika ia kuliah di tingkat freshman atau program pendengar di St.
John’s College, ia menulis surat pribadinya kepada professor di Cambridge
University bukan dalam bahasa Inggris, tetapi dalam bahasa Yunani.
Ketiga,
KJV diterjemahkan dengan teknik yang handal dan akurat, yaitu dengan metode
terjemahan formal atau verbal equivalen. Bukti
keterandalan metode ini sudah kita bahasa di atas melalui membandingkannya
dengan metode dinamik equivalen.
Keempat,
KJV adalah terjemahan yang superior karena dengan setia tetap memelihara
keakuratan pengajaran iman orthodoksi dalam penerjemahan-nya. Ketika WH Text dan
versi-versi Inggris modern menyerang (1) doktrin inspirasi Alkitab (2 Tim.
3:16), (2) preservasi Alkitab (Maz. 12:6), (3) Kelahiran Kristus dari anak dara
(Yes. 7:14), (4) pre-eksistensi Kristus (Yoh. 1:14, 18, 3:16, 18, 1 Yoh. 4:9),
(5) doktrin Trinitas (1 Yoh. 5:7-8), (6) keilahian dan kemanusiaan Kristus (1
Tim. 3:16) dan banyak lagi lainnya,[xxvi]
namun KJV tetap mempertahankan doktrin-doktrin sentral tersebut.
Perhatikan
perbandingan ayat berikut ini:
Yohanes 3:15. "That whosoever believeth in him should
not perish, but have eternal life." (KJV)
Codex "B" (Vaticanus) dan "Aleph" (Sinaitikus) menghilangkan tiga kata “should not perish". NIV dan NASV adalah versi mengikuti dua teks palsu tersebut. Bukankah ini adalah doktrin yang sangat fundamental?
3.
Post-King James Version
a). English Revised Version (ERV) – 1881
Diterjemahkan
oleh sarjana-sarjana dari Inggris dan Amerika. Pekerjaan ini mereka lakukan
untuk ‘merevisi kembali’ – lebih tepat mengganti-kan --
KJV/AV dengan memperbandingkan naskah-naskah kuno yang digunakan oleh
Westcott dan Hort untuk mendukung teks mereka/Critical Text.
b). American Standard Version (ASV) – 1900-1901
Versi
ini didasarkan pada English
Revised Version 1881 dan type
teks Westcott dan Hort. Revisi
ini dipersiapkan oleh anggota Komite Perevisian Amerika/American of the
Revision Committee.
c). Revised Standard Version (RSV) – 1952
Ini
adalah revisi dari American Standard Version – 1901 yang pada tahun
1928 diterbitkan oleh International Councial of Religious Education. Ada
32 sarjana Alkitab yang berkerja dalam Komite perevisian ini. P.B. diterbitkan
pada tahun 1946 dan Alkitab secara lengkap diterbitkan pada tahun 1952. Dan ini
diterbitkan oleh Devision of Education of the National Council of Churches of
Christ di U.S.A. Komite dari versi ini terdiri dari orang-orang Protestan
dan Katolik dari Inggris, Canada dan U.S.A.
d). New English Bible (NEB) – 1970
Komite
yang mengerjakan versi ini terdiri dari sarjana-sarjana Alkitab dari Inggris,
Scotlandia, Wales, dan Irlandia yang dibantu oleh Badan Penerbitan Universitas
Oxford dan Cambridge. Mereka bekerja untuk menyelesaikan terjemahannya dari
bahasa Ibrani dan Yunani selama dua puluh tahun. Kitab P.B. dari NEB ini
diterbitkan pada tahun 1961 dan secara lengkap, P.L. dan P.B. pada tahun 1970
yang dilengkapi dengan kitab-kitab Apocrypha diantara Kitab Maleakhi dan
Matius.
e). New American Standard Bible (NASB) – 1971
Ini
adalah versi dari ASV (1901) yang ia sendiri merupakan Alkitab revisi dari ERV
(1881-1885). The Lockman Foundation of La Habra, California yang
mensponsori penerjemahan yang dilakukan selama sepuluh tahun dari teks Ibrani
dan Yunani. Kitab P.B. diterbitkan pada tahun 1963 dan secara lengkap tahun
1971.
f)
Today’s English Version atau Good News for Modern Man (1966)
TEV diterjemahkan oleh Robert Bratcher dan diterbitkan oleh American
Bible Society. Metode dinamik equivalen yang digunakan untuk menerjemahkan
versi ini menghasilkan terjemahan yang menyerang doktrin tentang “darah
Kristus”, yaitu dengan menerjemahkan kata ‘haima’ atau ‘blood’
penebusan dengan kata ‘death’ (Kis. 20:28; Rom. 3:25, 5:9; Ef. 1:7, 2:3; Kol.
1:14, 20; 1 Pet. 1:19; Why. 1:5, 5:9).
g). Living Bible (1971)
Living Bible diterjemahkan oleh Kenneth Taylor. Terjemahan ini
tidak didasarkan pada teks bahasa asli, tetapi saduran atau parafrase dari ASV.
Menurut Dr. Jeffrey Khoo, istilah nama Living Bible merupakan tipuan. Ini
bukan ‘Living Bible’ tetapi ‘Deadly Bible’.
h).
New International Version (NIV) – 1978
Penerjemahan
ini disponsori oleh New York International Bible Society. Komite ini
menerjemahkan teks Ibrani, Arami dan Yunani. Mereka terdiri dari sarjana-sarjana
Alkitab dari sekolah Alkitab, Universitas dan seminari-seminari di Amerika,
Inggris, Canada, Australia, Selandia Baru dan bermacam-macam denominasi seperti
Anglikan, Sidang Jemaat Allah, Baptis, Brethern, Reformed, Gereja Kristus (Church
of Christ), Lutheran, Mennonite, Methodist, Presbyterian, Wesleyan dan
gereja-gereja lainnya. Penerjemahan Alkitab ini dilakukan dengan metode
terjemahan dinamik equivalen. Menurut “Thompson Chain – Reference
Bible”, “Para penerjemah yang tergabung dalam komite penerjemahan NIV
adalah orang-orang yang memiliki commitment, bahwa Aklkitab adalah firman
Allah yang berotoritas dan infallibility
dalam bentuk tulisan.”28
Kalau memang demikian, sungguh sangat disayangkan karena ternyata hasilnya NIV
banyak menyerang doktrin Fundamental Kekristenan.
Dr. S.H Tow, dalam artikelnya, “NIV Claims Examined: A Close Look
at Today’s Best Seller”, paling sedikit mencatat tujuh doktrin Kristen
alkitabiah yang diserang oleh NIV;(1) NIV menyerang doktrin penebusan di dalam
Kristus; (2) NIV menyerang eksistensi kekal Kristus; (3) NIV menyerang keilahian
Kristus; (4) NIV menyerang bahwa Kristus adalah anak Allah; (5) NIV menyerang
kelahiran Kristus dari anak dara; (6) NIV menyerang kenaikan dan pemuliaan
Kristus; dan (7) NIV menyerang doktrin tentang kedatangan Kristus yang kedua
kali.[xxvii]
i). New Revised Standard Version (NRSV) – 1990
Diselesaikan
selama 15 tahun oleh 30 sarjana. Di dalamnya dimasukkan Apochrypha/
Deuterokanonika yang diterima oleh Gereja Roma Katolik dan Gereja-gereja
Ortodox Timur.
Semua
versi di atas didasarkan pada Critical Text dan perlu dicatat itu adalah
sebagian versi yang ada yang didasarkan pada Critical Text. Sebenarnya
masih banyak versi lain yang didasarkan pada CriticalText yang tidak
dibahas dalam buku ini, oleh sebab yang ditekankan pada buku ini adalah Critical
Text-nya bukan versi-versi modern yang didasarkan padanya.
4.
Terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia
a).
Terjemahan Baru (TB)
Alkitab
versi Bahasa Indonesia memiliki kedekatan dengan Critical Text. Karena
begitu banyak kata maupun ayat yang dihilangkan maupun yang diragukan dari teks
asli/ Textus Receptus. Sebagai contoh dalam Injil Markus 1:2 dikatakan,
“Seperti ada tertulis dalam Kitab Yesaya: “Lihatlah, Aku menyuruh
utusanKu mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan
bagiMu;”. Jelas kutipan Markus 1:2 ini bukan dari Yesaya, karena
tidak akan pernah kita temukan nubuatan seperti ini dalam seluruh kitab Yesaya.
Kutipan tersebut diambil dari Maleakhi 3:1. Mengapa bisa terjadi kesalahan yang
sangat fatal ini dalam Alkitab bahasa Indonesia? Apakah ini juga seperti yang
tertulis dalam Alkitab bahasa aslinya?
Di
dalam Critical text, atau teks Alkitab bahasa Yunani yang telah dirusak
oleh gnostik dan diterbitkan oleh bapa Liberalisme, Westcott – Hort, memiliki
kesamaan dengan Alkitab bahasa Indonesia, yaitu dalam kitab nabi Yesaya
band. KaqãH
gXgraptai
¦n tèz/saÄ
to profZth”
(kathoos gegraptai en too Hesaiah to prophete).
Tentu kesamaan ini tidak membuat heran, sebab Alkitab bahasa Yunani yang
diterbitkan oleh LAI juga merupakan Critical Text ini, UBSGNT. Namun
apakah ini juga sama seperti yang tertulis dalam Alkitab Bahasa Yunani yang
diedit dan diterbitkan sekitar 365 tahun sebelumnya, yaitu Textus Receptus
(teks Yunani yang telah diterima secara umum oleh semua gereja sebelumnya)? Di
dalam Textus Receptus ayat ini berbunyi, dalam kitab para nabi:
“eH
gXgraptai
¦n toÃH profZtaiH”
(hos gegrap-tai en tois
prophetais).
Jelas Textus Receptus yang lebih tepat dan tidak mengandung kesalahan
atau kontradiksi sebab di sini Markus mengutip nubuatan dari dua nabi (jamak),
yaitu Markus 1:2 dikutip dari Maleakhi 3:1, dan Markus 1:3 dikutip dari Yesaya
40:3.
Bukan
maksud penulis untuk mengurangi wibawa Alkitab bahasa Indonesia oleh LAI, yang
merupakan salah satu versi yang secara umum dipakai oleh gerja-gereja di
Indonesia. Namun ini adalah suatu wacana ilmiah, jadi seharusnya kita tahu bahwa
Alkitab bahasa Indonesia hanyalah terjemahan yang banyak kekurangan di sana-sini.
Oleh sebab itu bagi hamba Tuhan dan teolog Indonesia yang cinta kebenaran
haruslah rajin meneliti Alkitabnya apakah ayat-ayat tersebut sesuai dengan yang
aslinya/Textus Receptus atau tidak.
b).
Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS)
Walaupun
dalam keterangan penerbitan dan Kata Pengantar menjelaskan BIS didasarkan pada
teks Ibrani dan Yunani pada kenyataanya tidak jauh berbeda dengan Today’s
English Version dan menggunakan metode terjemahan dinamik equivalen. Seperti
TEV, BIS menerjemahkan kata ‘haima’ bukan ‘darah’ tetapi
‘kematian’ dalam Kis. 20:28; Rom. 3:25, 5:9; Ef. 1:7, 2:3; Kol. 1:14, 20; 1
Pet. 1:19; Why. 1:5, 5:9. Seperti TEV, BIS juga menghapus Johannen Coma (1
Yoh. 5:7-8) yang dalam TB dikurung. Ada
beberapa perbedaan terjemahan antara TB dan BIS, misalnya untuk Pengkhotbah
11:1-2:
Lemparkanlah
rotimu ke air, maka engkau akan mendapatkannya kembali setelah itu. Berikanlah
bahagiamu kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang, karena engkau tidak tahu
malapetaka apa yang akan terjadi di atas bumi. -- TB
Tanamkanlah
uangmu dalam usaha di luar negeri. Pasti kau dapat untung di kemudian hari.
Tanamkanlah modalmu di berbagai niaga; carilah usaha sebanyk-banyaknya. Sebab
orang perlu waspada, sebelum musibah menimpa. --
BIS
Jika
kita perhatikan dua versi dari Pengkhotbah 11:1-2 di atas, kita melihat
perbedaan terjemahan yang sangat menyolok. Menurut saya terjemahan BIS lebih
tepat disebut tafsiran Alkitab dari pada terjemahan Alkitab
Masalah ini pernah dibahas oleh Dr. Yonky Karman, dalam artikelnya “Antara Terjemahan Formal dan Dinamis: Eksegese Pengkhotbah 11:1-2” dan saya setuju dengan kesimpulannya:
Berdasarkan
obeservasi di atas, meski terjemahan dalam BIS memiliki legitimasi interpretasi,
sebaiknya terjemahan versi TB dipertahankan dengan implikasi, pemahaman-nya
menjadi terbuka terserah pembaca dan penafsir. Terjemahan formal dalam TB memang
tidak serta-merta jelas sebab yang kita hadapi ungkapan pepatah. Namun, justru
di situlah tugas penafsir apakah akan menjelaskannya menurut salah satu dari
keempat penjelasan di atas [memberikan sedekah, perdagangan maritim, melakukan
tindakan bodoh dan membuat bir].”[xxviii]
5 Ibid, p. 45
6 Dr. W. David Stacey, Groundwork of Biblical Studies (London: Epworth Press, 1979) hal. 182
28 Hal. 1588.
[i] Dr. Jeffrey Khoo, Kept Pure in All Ages. (Singapore: Far Eastern Bible College Press, 2001), hal. 43.
[ii] Ibid.
[iii] Ibid.
[iv]
David Could, Dynamic Equivalency: Its Influence and Error. http://www.wayoflife.org/fbns/dyn-equiv-influence-error.html
[v] Ibid
[vi] Ibid.
[vii] Ibid.
[viii] “We Really Do Need Another Bible Translation,” Christianity Today, Oct. 22, 2001, p. 29
[ix] Eugene Nida, Message and Mission, 1960 pp. 221-222, 224-228
[x] Eugene Nida, Language Structure and Translation, 1975, p. 259
[xi] Nida, Customs and Cultures, 1954, p. 282, f. 22
[xii] Nida, Theory and Practice, 1969, p. 53, n. 19
[xiii] Nida and Newman, A Translator’s Handbook on Paul’s Letter to Romans, on Rom. 3:25
[xiv] Untuk melihat bukti kesesatan UBS, baca buku David Cloud. Unholy Hands on God’s Holy Book: A Report on the United Bible Societies, yang dapat dibeli di Way of Life Literature.
[xv] Ian Murray, “Which Version? A Continuing Debate,” in The New Testament Student and Bible Translation, ed. John H. Skilton, 1978, p. 132
[xvi] Ryken, The Word of God in English, pp. 98, 99
[xvii] Thomas N. Headland, “Some Communication Problems in Translation,” Notes on Translation, No. 88, April 1982, p. 28
[xviii] Op Cit.
[xix] Ibid.
[xx] Ibid.
[xxi] Ibid.
[xxii] Ibid.
[xxiii] Sumber dari Jeffrey Khoo, Keep Pure in All Ages, hal. 69-71.
[xxiv] Pembahasan lebih jelas untuk topik ini dapat anda baca buku Dr. R.L. Hyemers, Jr., Ruckmanism Exposed dengan memesannya langsung kepada Dr. R.L. Hymers, Jr. P.O. Box. 15308, Los Angeles, CA 90015 dan buku karya David Cloud, What About Ruckman? (Oak Harbor: Way of Life Literature, 1995).
[xxv] Untuk lebih jelas baca buku Dr. D A Waite, Defending the King James Bible: A Fourfold Superiority (Collingswood: Bible For Today, 1996).
[xxvi] Lebih jelas lihat Defending the King James Bible karya Dr. D. A. Waite.
[xxvii] Untuk lebih jelas lihat dalam “The Burning Bush: Jounal Far Eastern Bible Collage Singapore”,4/1 (Januari 1988), hal. 23-30.
[xxviii] Yonky Karman, “Antara Terjemahan Formal dan Dinamis: Eksegese Pengkhotbah 11:1-2” dalam Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan Seminari Alkitab Asia Tenggara. (Malang: SAAT, 2004, hal. 155.